SINOPSIS & RESENSI "CAHAYA CINTA PESANTREN"
TUGAS RESENSI NOVEL
Nama : Reza Aditya
Nim : 3120150011
Dosen : Drs. Soekardi HP
Judul Novel
: Cahaya Cinta Pesantren
Penulis : Ira Madan
Penerbit : Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo
Tahun
Terbit : 2016
Cetakan : Ke 3
Tebal : 292 halaman
Ukuran : 20 cm
Cahaya
cinta pesantren adalah suatu karya Ira Madan (putri daerah Sumatera Utara yang
sangat menarik), selain menyuguhkan wisata ibukota di awal cerita, juga
memaparkan suatu alur cerita yang menggelitik perut, menyentuh hati dan
menambah wawasan yang islami dalam kehidupan sosok tokoh utama ketika memulai
kehidupannya menjadi santriwati sampai ketika mengarungi hidup baru setelah
lulus menjadi alumni pondok pesantren.
Semua anak bangsa yang
berasal dari Sumatera Utara adalah anak bangsa yang luar biasa. Sastrawan yang
juga guru matematika alumni pondok pesantren ini adalah salah satu contohnya.
Cahaya cinta pesantren
adalah suatu ungkapan seorang santriwati yang tetap menjaga integrasi dan
komitmennya untuk tetap menjadi santriwati yang mempunyai visi dan misi. Sebab,
visi santri/wati adalah Tafaqquh fi ad-Din dan misinya adalah Indzarul Qaum.
Tulisan dalam novel ini
mengajak para santri/wati dan para alumninya untuk berani bermimpi
mengaktualisasi diri. Tidak saja sebatas survive menunjukkan bahwa santri/wati
juga bisa, melainkan lebih kepada bagaimana ia menjadi pemimpin dan
berkontribusi.
MarShila Silalahi
terlahir sebagai anak yang mempunyai kecerdasan, bahkan hingga mendekati kata
genius. Shila selalu menjadi juara di kelasnya. Selain itu dia juga khatam
Al-Qur’an. Namun ia memiliki sedikit kenakalan yang menurutnya hanya berbeda
sangat tipis dengan kreativitas. Justru kisah kenakalan-kenakalan ala
santriwati inilah yang membuat kisah dalam novel ini sangat menarik dan lucu
hingga membuat kita terpingkal-pingkal.
Sistem pendidikan
Kuliyyatul Muallimin Islamiyah di pondok pesantren yang ia tempati banyak
mengajarkan, diantaranya pendidikan kepesantrenan yang dianut dari sistem
pendidikan Darussalam Gontor.
Meski hidup dipesantren
tidak mudah, kegigihan dan kecerdasannya mengantarkan Shila ke Negeri sakura
(Jepang). Bahkan kesempatan itu ia dapat dua kali. Kisah haru tentang sosok
ayah juga dipaparkan di sini dan tak lupa juga diselipkan kisah cinta yang
manis.
Cerita ini dimulai dari
pertemuan MarShila Silalahi dengan si Abo (teman kecilnya dimasa duduk dibangku
Sekolah Dasar). Abo kecil selalu memberanikan diri untuk dapat sebangku
denganya. Abo adalah sahabat terbaiknya saat itu. Sahabat yang manis, baik
hati, tidak pelit, dan lebih cengeng dari pada perempuan.
Shila mulai
menceritakan dengan mengambil buku agenda yang tertulis “Angkatan 14 Alumni
Pondok Pesantren Al-Amanah” yang bertuliskan emas begitu gagah menempel di
agenda itu. Didalmnya terdapat nasihat dari Buya, Majelis Guru dan pengasuh
pondok pesantren di awal halaman membuatnya terharu. Didalamnya juga terdapat
foto-foto bangunan pesantren, terutama masjidnya yang tegak gagah menjulang
membuat kalbunya merindu. Disaat wajah para sahabatnya dibuka, ada banyak cerita
yang teringat dikepalanya. Selembar demi selembar dibacakan profil mereka satu
per satu.
Shila berpikir tentang
alasan didirikan sebuah pesantren. Apakah memang pesantren ada hanya untuk
anak-anak (nakal) sepertinya. Walau sebenarnya, Shila sama sekali tidak merasa
menjadi anak yang nakal.
Pertama kali saat Shila
memasuki kamar yang akan ditempatinya untuk karantina calon pelajar baru, ia bertemu dengan Icut (berasal dari
aceh) yang akan menjadi teman satu kamarnya dan selang satu hari mereka
memiliki teman kamar barunya yang bernama Aisyah. Setelah salat maghrib
berjama’aah mereka menemukan seseorang yang sedang menangis tersedu-sedu
sendirian, dan mereka berkenalan dengan orang itu, ia bernama Sherli Amanda,
pada akhirnya mereka berteman dan menjadi empat orang dikamarnya.
Disaat itu Shila
menatap sosok misterius berparas tampan yang memakai seragam putih, papan
namanya berwarna hijau, sepatunya hitam, jam tangannya coklat dan senyumannya
lebih indah dari pada senyuman rembulan dan jelas ia adalah seorang santri.
Hatinya Shila sangat senang melihat wajahnya yang parasnya seperti itu saat
tersenyum. Hanya sebatas senang dan sedikit penasaran siapa sebenarnya dia.
Shila, Icut dan Aisyah
duduk dikelas 1(1) sedangkan hanya Manda sendiri yang tidak sekelas dengan
mereka, Manda duduk dikelas 1(4). Sampai-sampai Manda mengeluh kepada mereka
bertiga yang mudah untuk mengerjakan tugas kelasnya. Karena kelas di pondok itu
dikelompokkan sesuai urut prestasi dan untuk kelas satu terdapa 5 kelas.
Kejadian demi kejadian
sudah mulai beradabtasi hingga pernyataan icut saat berbisik pada Shila dikala
subuh itu ternyata benar. Jika ukhti bagian pengajarnya berwahjah cantik maka
bunyi protes kesumat korban pukulan sajadah mahaguna sakti itu akan seperti
ini. “Cantik...sih...cantik, tapi galak!”.
Banyak kejadian
memadati buku harian Shila, mulai dari hiruk pikuk segala macam kegiatan, rekor
masuk bagian keamanan dan bahasa, pergaulan antarsahabat dengan variasai sifat
hingga perlombaan-perlombaan penyegar kreativitas. Seperti lomba drama, puisi,
shalawat, nasyid, marhaban, tari, dan desain kostum.
Hari kamis yang
membuatnya sedikit berkeluh kesah, Shila berniat untuk mencari angin di luar
pesantren. Mereka izin untuk keluar dan dizinkanlah, lalu mereka pergi ke maal
terbesar dikota itu. Sedikit berbelanja dan makan, dan akhirnya mereka
terlambat 30 menit dari waktu yang sudah ditentukan. Akhirnya Shila menjelaskan
suatu alasan yang amat pandai maupun licik kepada sang ukhti bagian keamanan itu, dan akhirnya mereka
terbebas dari hukuman walaupun telat.
Diantara sahabatnya
Shila yang bernama Icut, ia mempunyai suatu cita-cita dimasa mendatang. Icut
ingin mengabdi dipesantren ini dan ia ingin menjadi seorang ustadzah agar tetap
tinggal dipesantren ini. Karena papa dan mamanya sudah lama bercerai.
Aisyah mempunyai
keinginan untuk mendapatkan beasiswa dari Sudan. Setaunya syarat mendapatkan
beasiswa ke Sudan antara lain harus hafal lima juz dari kitab suci Al-Qur’an,
lalu lulus tes tulis seputar pelajaran nahwu, sharaf, dan musthalahul hadits.
Aisyah ingin mewujudkan impian abahnya. Dulu abahnya ingin mendapatkan beasiswa
ke Sudan, tetapi tidak lulus karena mungkin abahnya berasal dari sekolah
kampung dan bukan pesantren.
Manda mempunyai suatu
rencana masa depan yaitu hanya ingin menjadi alumnus pondok pesntren ini dengan
stambuk yang sama dengan mereka. Karena Manda takut akan tinggal kelas lagi.
Karena Manda pada saat duduk dibangku kelas tiga SD ia tidak bisa membaca.
Dan untuk Shila, ia
mempunyai suatu harapan, impian, dan obsesinya sekarang adalah ingin menjadi
sosok istri shalihah bagi suaminya. Aisyah berkata “Allah Mahabesar dan Maha
Mendengar apa pun yang kita inginkan sekarang, kita harus mencapainya dengan
do’a, ikhtiar, dan usaha, insya Allah kita bisa!”
Mereka ingin mencapai
masa mendatang itu dan berspekulasi dengan nasib mereka masing-masing. Di bawah
kubah masjid yang gagah ini, mereka saling menuangkan apa yang ada di pikiran
mereka tentang masa depan dan berusaha melukis masa depan dengan tinta doa harapan, usaha optimal, dan
semangat kebersamaan dan kepercayaan.
Mereka mempunyai cara
belajar tersendiri, diantaranya Manda kemana-mana selalu membawa buku
ditangannya sampai hendak mandipun dibawanya. Berjalan kemana-mana dengan buku
terbuka, hendak tidur sampai bangun pun, buku tak pernah absen di sisinya.
Bahkan, terkadang ia menjadikan bukunya itu sebagai bantal di malam hari.
Cara belajar Icut, jika
ia ingin belajar dengan khidmat maka harus sendiri dipojokan ruangan menatap
dinding bisu, kalau sudah begitu jangankan mereka, lalat lewat saja dihajarnya
habis-habisan.
Lain dengan halnya
Aisyah, ia lebih suka merangkum inti sari semua pelajaran dan dicatat dalam
buku kecil. Catatan dibawanya kemana-mana sambil sesekali dibaca. Mereka sering
meminjam catatannya untuk difotocopy.
Kalau Shila paling
tidak bisa belajar serius. Apalagi kalau terlalu sering. Tapi syukurnya Shila
dapat langsung mengerti dan paham jika guru menerangkan di kelas walau Shila
juga tercatat sering tidur.
Setelah mereka shalat
tahajud bersama tujuh rekannya, Shila dan rekan-rekan memetik mangga pada pukul
02.00, kelakuan mereka itu hampir ketahuan oleh petugas pengasuhan dan kepala
Shila mulai pusing karena ia yang memetik mangga itu keatas pohonnya.
Pesan ustadzah
Handayani, “Jangan terlalu keras dan memaksakan diri untuk berlari dari tangga
itu karena kamu bisa lelah dan tak sanggup berlari lagi. Jangan pula terlalu
tergesah-gesah hingga kurang berhati-hati karena jika sudah tersandung dan
jatuh maka kamu akan mengulang dari tangga awal lagi. Hanya mengikuti jalan
tangga tersebut sesuai urutan rutenya, diiringi kesungguhan, keimanan dan takwa
kepada Sang Pencipta. Insya Allah kamu akan berhasil sampai tujuan.”
Seluruh ustadzah yang
mengabdi di pesantren ini dulunya adalah alumnus dalam kategori terbaik di
periodenya masing-masing. Hanya yang mendapat nilai teristimewa yang dapat
mengajukan dirinya untuk mengabdi di pesantren.
Setiap ustadz atau
ustadzah yang dapat kesempatan mengabdikan dirinya di pesantren yang sangat
kami cintai ini tidak diperbolehkan kuliah di tahun pertama masa pengabdian
demi memusatkan amanah menjalankan tugas sebagai pendidik dan penggerak
kemajuan pondok pesantren.
Datang dimana hari
adalah hari perpisahan kelas 6, Shila sedih namun tidak bisa menangis, tidak
seperti teman-temannya yang mungkin sangat terpukul atas perpisahan ini.
Didalam hatinya Shila terdapat kebahagian yang dimana disimpannya sendiri.
Shila sangat gembira setelah tahu jika Akhi Rifqie Al-Farisi akan menjadi salah
seorang ustadz di Pesantren Al-Amanah ini.
Pesantren Al-Amanah ini
berdiri atas sistem badan wakaf sehingga masa depan dan kelanggengannya insya
Allah akan terjamin dengan syarat pengelolaannya benar-benar memahami hakikat
badan wakaf.
Pesantren Al-Amanah
Medan yang didirikan sejak tahun 1979 dengan sistem badan wakaf telah
berkonsentrasi pada pendidikan menengah, yang tidak menutup kemungkinan akan
dikembangkan pada semua usia pendidikan, dari pendidikan anak usia dini (PAUD)
hingga perguruan tinggi.
Sejak berkiprah di
bawah bimbingan majelis pengasuh, Pesantren Al-Amanah telah banyak input dalam
sistem pendidikan yang dibutuhkan masyarakat, khusunya Kota Medan dan Sumatera
Utara pada umunya.
Banyak alumni Pesantren
Al-Amanah yang menjadi dokter, hakim, dosen, polisi, pengusaha, entertainer, dan
lain-lain. Bahkan, alumni juga maju menjadi pemimpin-pemimpin yang disegani
masyarakat.
Suatu ketika adanya
rumor tentang hubungan Shila dengan Abu, tetapi Shila sebenarnya hanya ingin
menjalin persahabatan dengannya tanpa harus ada embel-embel yang lain. Menurut
Shila, Abu Bakar adalah sosok santri yang sangat tampan. Meski prestasi
belajarnya amat memperhatikan, ia tetaplah sahabat seperjuangnya. Shila bisa
saja berpura-pura tidak pernah membaca tumpukan surat cintanya kepada Shila
asalkan ia dapat bersikap biasa-biasa saja.
Disaat ada pemeriksaan
ruangan kamar, gelang hitam Shila terkena razia oleh petugas kamar, dipanggilah
Shila untuk menuju ruangan petugas untuk memberikan suatu surat perjanjian
diatas kertas putih. Tiba-tiba didalam ruangan Shila melihat foto Ustadz Rifqie
Al-Farisi dengan seorang gadis yang wajahnya tak asing baginya.
Shila merasa cemburu
melihat foto itu, padahal mereka adalah saudara sepupu, Shila berusaha sekuat
tenaga untuk percaya diri dan tidak terlalu terpuruk dalam keadaan cemburu itu,
tapi tidak begitu dengan kenyataan yang sama sekali tidak mendukungnya.
Belum pulih rasa sakit
itu, kini untuk pertama kali Shila mendapati Avira sedang bercengkerama dengan
Ustadz Rifqie. Ternyata Avira diberikan suatu bros dari Ustadz Rifqie.
Sudah larut malam Shila
pun tak bisa tertidur, tubuhnya merasa tidak nyaman, hatinya masih berdesir
gelisah. Tiba-tiba Shila berjalan mengendap-endap di tengah sunyinya malam.
Pukul 02.00 dan Shila mencabut bros cantik berwarna pink di jilbab Avira yang
digantung di paku pintu depan. Lalu bros itu dihancurkan dengan sebuah batu
besar dan dikubur di dalam lubang kecil yang dibuatnya sendiri.
Semangat belajarnya
menurun karena melihat Avira begitu murung dan sedih, karena Avira merasa
kehilangan bros itu. Shila merasa bersalah dan berjanji akan menggnatikannya
yang baru.
Kecerian menghampiri
Shila karena ia dapat membelikan bros yang tak kalah cantik dari bros yang
sebelumnya. Shila berjalan cepat mendatanagi Avira namun disitu ada Ustadz
Rifqie dan teman-temannya. Ketika bros itu diberikan kepada Avira, ternyata
Ustadz Rifqie sudah membelikannya yang baru untuk Avira.
Ustadz Rifqie
menjelaskan bahwa, Avira ini sudah dianggap seperti adik kandungnya sendiri.
Karena wajahnya Avira sangat mirip dengan almarhum adik kandungnya dan Avira
mudah sekali sakit.
Setelah shalat maghrib
selesai, tiba-tiba Shila dipanggil ke bagian keamanan pesantren. Ternyata Shila
terkena fitnah, masuk ke kamar 12 dan mengambil uang Sukma, padahal Shila
tidak mengambilnya. Shila bisa tertuduh
fitnah karena fakta sebenarnya, Shila dipergoki oleh petugas kamar yang pada
saat itu Shila sedang ada diluar halaman dan Shila sedang mengubur brosnya
Avira.
Ternyata uang itu ada
ditong sampah yang dibungkusi oleh plastik, ini adalah keteledoran dari Sukma
sendiri. Shila tetap merasa bersalah karena sudah mengendap-enap ditengah malam
dan pada akhirnya jadi tertuduh. Sungguh perbuatan yang amat rentan dengan
fitnah dan Shila berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak akan bertindak lagi
seperti orang gila.
keren gan Sinopsis Cahaya Cinta
BalasHapusBagus banget.. makasih buat sinopsisnya ka
BalasHapus